Beranda

Minggu, 31 Agustus 2014

ALASAN-ALSAN PENUNDAAN EKSEKUSI HUKUMAN MATI

Hingga kini, Penetapan Presiden yang Kemudian Menjadi Undang-Undang No. 2/PNPS/1964 Tahun 1964 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati yang Dijatuhkan Oleh Pengadilan di Lingkungan Peradilan Umum dan Militer (“UU 2/PNPS/1964”) masih menjadi pedoman untuk mengeksekusi pidana mati atau hukuman mati bagi terpidana yang diputus pada pengadilan di lingkungan peradilan umum dan militer.
 
Dalam Pasal 1 UU 2/PNPS/1964 antara lain diatur bahwa pelaksanaan pidana mati yang dijatuhkan oleh pengadilan di lingkungan peradilan umum atau peradilan militer dilakukan dengan ditembak sampai mati.
 
Adapun aturan lain tentang pelaksanaan pidana mati adalah Peraturan Kapolri No. 12 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati (“Perkapolri 12/2010”). Lebih jauh mengenai aturan ini dapat Anda simak dalam artikel Pelaksanaan Hukuman Mati Kejahatan Narkotika.
 
Kemudian, apa saja yang menjadi alasan ditundanya eksekusi pidana mati itu? Salah satu hal yang menyebabkan dilakukannya penundaan eksekusi pidana mati adalah terpidana mati yang bersangkutan sedang hamil. Hal ini disebut dalam Pasal 7 UU 2/PNPS/1964 yang berbunyi:
 
“Apabila terpidana hamil, maka pelaksanaan pidana mati baru dapat dilaksanakan empat puluh hari setelah anaknya dilahirkan.”
 
Jadi, eksekusi pidana mati bagi terpidana mati yang sedang hamil itu ditunda hingga empat puluh hari setelah anaknya dilahirkan. Artinya, eksekusi pidana mati tidak akan dilakukan jika terpidana mati dalam keadaan hamil. Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam artikel Eksekusi Hukuman Mati Bagi Terpidana yang Hamil.
 
Penundaan eksekusi pidana mati juga dapat dilakukan karena faktor lain, yaitu perihal permintaan terpidana. Dalam Pasal 6 ayat (2) UU 2/PNPS/1964 dikatakan bahwa apabila terpidana hendak mengemukakan sesuatu, maka keterangan atau pesannya itu diterima oleh Jaksa Tinggi/Jaksa tersebut.
 
Terkait dengan hal ini, Jaksa Agung, Basrief Arief dalam artikel Alasan Penundaan Eksekusi Hukuman Mati yang kami akses dari laman jpnn.com mengatakan bahwa sesuai dengan UU 2/PNPS/1964, disyaratkan terpidana memiliki kesempatan mengajukan permintaan terakhir, dimana disebutkan, apabila terpidana hendak mengemukakan sesuatu, maka keterangan atau pesannya itu diterima oleh jaksa tinggi atau jaksa terkait. Ia mengatakan antara lain bahwa permintaan terakhir terpidana ini bermacam-macam, diantaranya ada yang minta bertemu keluarga, sementara keluarganya di luar sana sakit sehingga minta waktu dan permintaan ini harus dipenuhi.
 
Dalam artikel yang sama, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kapuspenkum Kejagung), Untung Setia Arimuladi, mengatakan bahwa salah satu alasan mengapa eksekusi dari seorang terpidana mati tertunda pelaksanaannya begitu lama pasca jatuhnya vonis pengadilan, karena masih diberikan hak-haknya sebagai terpidana,
 
Hak-hak tersebut menurut Untung Setia Arimuladi, di antaranya upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) maupun permohonan pengampunan dari Presiden (grasi). Setelah dilalui dan terpenuhi semua hak-hak terpidana, maka eksekusi dilaksanakan.
 
Hal serupa juga dijelaskan oleh Heri Aryanto, S.H. dalam artikel Apakah Polisi Bisa Menembak Mati Orang yang Diduga Perampok/Teroris?. Beberapa faktor atau alasan mengapa terpidana mati belum dieksekusi mati meskipun putusannya sudah berkekuatan hukum tetap, antara lain:
1.    Bahwa dalam sistem peradilan pidana, yang menjalankan putusan pengadilan adalah jaksa penuntut umum. Apabila belum ada keputusan eksekusi dari jaksa penuntut umum, dalam hal ini Kejaksaan Agung, maka eksekusi tersebut belum bisa dilaksanakan;
2.    Bahwa terhadap putusan yang berkekuatan hukum tetap, terpidana berhak mengajukan upaya hukum grasi (pengampunan) kepada presiden berupa permohonan perubahan, peringanan, pengurangan, atau penghapusan pelaksanaan pidana terhadap dirinya, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 2002 tentang Grasi (“UU No. 22/2002”). Oleh karenanya, terhadap putusan pidana mati, sebagaimana ketentuan Pasal 3 UU No. 22/2002, pelaksanaan eksekusi mati tidak bisa dilaksanakan atau ditunda sampai ada keputusan dari presiden mengenai permohonan grasi dari terpidana tersebut.
 
Sebagai informasi, berdasarkan Pasal 2 ayat (3) Undang-Undang No. 5 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 22 Tahun 2002 tentang Grasi (“UU 5/2010”), permohonan grasi hanya dapat diajukan 1 (satu) kali atas putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Permohonan grasi diajukan paling lama dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak putusan memperoleh kekuatan hukum tetap (Pasal 7 ayat (2) UU 5/2010).
 
Masih terkait dengan grasi, serupa dengan penjelasan Heri Aryanto, Mantan Hakim Agung Djoko Sarwoko dalam artikel Penundaan Eksekusi Hukuman Mati Diduga Disengaja yang kami akses dari laman resmi Berita Satu mengakui adanya kendala untuk mengeksekusi para terpidana mati tersebut. Menurut dia, hal itu terkait dengan kesempatan yang diberikan terkait upaya-upaya hukum lanjutan dari para terpidana. Seorang terpidana mati yang menjelang eksekusinya tiba-tiba mengajukan PK (Peninjauan Kembali) itu mau tidak mau harus diakomodir sehingga mengakibatkan mundurnya proses eksekusi. Selain itu, usai PK ditolak, terpidana mati pun masih diberi kesempatan jika ingin mengajukan grasi. Hal itulah yang menyebabkan beberapa eksekusi terpidana mati tertunda.
 
 
Dasar Hukum:
4.    Peraturan Kapolri No. 12 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati.

  
Referensi:

ABORSI DAN HAK KORBAN PEMERKOSAAN

Pada dasarnya setiap orang dilarang melakukan aborsi, demikian yang disebut dalam Pasal 75 ayat (1) Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan ("UU Kesehatan"). Namun, larangan tersebut dikecualikan berdasarkan [Pasal 75 ayat (2) UU Kesehatan]:
a.    indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau
b.    kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan.
 
Menjawab pertanyaan Anda yang pertama, dari sini dapat kita ketahui bahwa aborsi itu legal untuk dilakukan terhadap kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan. Namun, tindakan aborsi akibat perkosaan itu hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang sebagaimana disebut dalam Pasal 75 ayat (3) UU Kesehatan.
 
Adapun sanksi bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 75 ayat (2) UU Kesehatan ini dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar sebagaimana disebut dalam Pasal 194 UU Kesehatan. Lebih lanjut mengenai pidana terkait aborsi, Anda dapat membaca artikel yang berjudul Ancaman Pidana Terhadap Pelaku Aborsi Ilegal.
 
Sebagai pelaksana dari UU Kesehatan, kini pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi (“PP 61/2014”). Ketentuan legalitas aborsi terhadap kehamilan akibat perkosaan ini diperkuat dalam Pasal 31 ayat (1) dan (2) PP 61/2014 yang antara lain mengatakan bahwa tindakan aborsi hanya dapat dilakukan berdasarkan kehamilan akibat perkosaan dan hanya dapat dilakukan apabila usia kehamilan paling lama berusia 40 (empat puluh) hari dihitung sejak hari pertama haid terakhir.
 
Kehamilan akibat perkosaan itupun juga harus dibuktikan dengan [Pasal 34 ayat (2) PP 61/2014]:
a.    usia kehamilan sesuai dengan kejadian perkosaan, yang dinyatakan oleh surat keterangan dokter; dan
b.    keterangan penyidik, psikolog, dan/atau ahli lain mengenai adanya dugaan perkosaan.
 
Adapun yang dimaksud dengan “ahli lain” berdasarkan penjelasan Pasal 34 ayat (2) huruf b PP 61/2014 antara lain dokter spesialis psikiatri, dokter spesialis forensik, dan pekerja sosial.
 
Aborsi kehamilan akibat perkosaan harus dilakukan dengan aman, bermutu, dan bertanggung jawab. Hal ini disebut dalam Pasal 35 ayat (1) PP 61/2014. Ini berarti, pada pengaturannya, wanita hamil yang ingin melakukan aborsi berhak untuk mendapatkan pelayanan aborsi yang aman, bermutu, dan bertanggung jawab.
 
Di samping itu, hak-hak wanita korban perkosaan yang ingin melakukan aborsi tercermin dalam pengaturan Pasal 37 PP 61/2014 yang pada intinya mengatakan bahwa tindakan aborsi berdasarkan kehamilan akibat perkosaan hanya dapat dilakukan melalui konseling, yakni pra konseling dan pasca konseling. Adapun tujuan pra konseling adalah (Pasal 37 ayat (3) PP 61/2014):
a.    menjajaki kebutuhan dari perempuan yang ingin melakukan aborsi;
b.    menyampaikan dan menjelaskan kepada perempuan yang ingin melakukan aborsi bahwa tindakan aborsi dapat atau tidak dapat dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan klinis dan pemeriksaan penunjang;
c.    menjelaskan tahapan tindakan aborsi yang akan dilakukan dan kemungkinan efek samping atau komplikasinya;
d.    membantu perempuan yang ingin melakukan aborsi untuk mengambil keputusan sendiri untuk melakukan aborsi atau membatalkan keinginan untuk melakukan aborsi setelah mendapatkan informasi mengenai aborsi; dan
e.    menilai kesiapan pasien untuk menjalani aborsi.
 
Sedangkan konseling pasca tindakan dilakukan dengan tujuan (Pasal 37 ayat (4) PP 61/2014):
a.    mengobservasi dan mengevaluasi kondisi pasien setelah tindakan aborsi;
b.    membantu pasien memahami keadaan atau kondisi fisik setelah menjalani aborsi;
c.    menjelaskan perlunya kunjungan ulang untuk pemeriksaan dan konseling lanjutan atau tindakan rujukan bila diperlukan; dan
d.    menjelaskan pentingnya penggunaan alat kontrasepsi untuk mencegah terjadinya kehamilan.
 
Dari tujuan-tujuan di atas sekiranya dapat kita peroleh hak-hak wanita korban perkosaan yang ingin melakukan aborsi, antara lain yaitu hak untuk mendapatkan kejelasan apakah tindakan aborsi dapat atau tidak dapat dilakukan, hak untuk mendapatkan kejelasan tahapan tindakan aborsi dan kemungkinan efek samping atau komplikasinya, hak untuk memutuskan apakah aborsi dilakukan atau dibatalkan, hak untuk dievaluasi kondisinya setelah melakukan aborsi, dan sebagainya.
 
Dalam hal korban perkosaan memutuskan membatalkan keinginan untuk melakukan aborsi setelah mendapatkan informasi mengenai aborsi atau tidak memenuhi ketentuan untuk dilakukan tindakan aborsi, korban perkosaan dapat diberikan pendampingan oleh konselor selama masa kehamilan, demikian dikatakan dalam Pasal 38 ayat (1) PP 61/2014.
 
Sekedar tambahan informasi untuk Anda, di luar hal-hal yang berkaitan dengan aborsi, hak lain yang juga didapat oleh wanita korban perkosaan yaitu mendapatkan pelayanan kontrasepsi darurat untuk mencegah kehamilan. Hal ini disebut dalam Pasal 24 ayat (1) PP 61/2014.
 

Dasar hukum:

SANKSI JIKA MEREKAYASA KRONOLOGI TINDAK PIDANA

Merekayasa suatu kronologi tindak pidana kepada pihak kepolisian dapat dihukum pidana karena melanggar ketentuan Pasal 220 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) yang berbunyi:
 
“Barang siapa memberitahukan atau mengadukan bahwa telah dilakukan suatu perbuatan pidana, padahal mengetahui bahwa itu tidak dilakukan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan.”
 
R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 173) mengatakan bahwa sengaja mengajukan pemberitahuan palsu misalnya seorang istri karena takut kalah main, sehingga ia menggadaikan perhiasannya sendiri, kemudian mengatakan pada suaminya bahwa ia telah kecurian serta untuk menguatkan itu ia mengajukan juga pemberitahuan pada polisi, bahwa ia kecurian.
 
Lebih lanjut Soesilo mengatakan bahwa isi pemberitahuan itu harus suatu peristiwa pidana, misalnya kecurian, penggelapan, pembunuhan, dan sebagainya. Jika bukan peristiwa pidana tidak dapat dikenakan Pasal 220 KUHP.
 
Hal serupa juga dijelaskan oleh S.R. Sianturi, S.H., dalam bukunya Tindak Pidana di KUHP Berikut Uraiannya (hal. 132). Sianturi mengatakan bahwa unsur kesengajaan dirumuskan dengan pada hal diketahuinya. Yang dicakupi hanyalah bahwa hal itu tidak dilakukan. Dia menyadari bahwa tindakan itu tidak pernah terjadi. Petindak tidak diisyaratkan harus mengetahui atau mengerti apa yang dimaksud dengan tindak pidana.
 
Sianturi (Ibid, hal 134) juga menjelaskan bahwa laporan/pengaduan itu harus diberikan kepada penguasa yang berwenang untuk menerima laporan atau pengaduan.
 
Menjawab pertanyaan Anda, jika korban penganiayaan tersebut melaporkan peristiwa yang dialaminya, akan tetapi kronologi kejadian tersebut ia rekayasa, maka ia dapat dihukum karena pengaduan atau pemberitahuan palsu yang diatur dalam Pasal 220 KUHP.
 
Sebagai contoh, Anda dapat membaca putusan Pengadilan Negeri Kabupaten Kediri Nomor: 17/Pid.B/2013/PN.Kdi. Dalam putusan tersebut, terdakwa melakukan penggelapan uang, akan tetapi untuk menutupi kejahatannya, terdakwa berpura-pura bahwa ia telah dirampok. Kemudian pada saat terdakwa didatangi oleh Petugas Polsek Banyakan, terdakwa memberikan keterangan kalau terdakwa baru saya mengalami perampasan. Atas tindakannya tersebut, terdakwa didakwa dengan Pasal 372 KUHP (penggelapan) dan Pasal 220 KUHP (memberi laporan palsu). Hakim memutuskan terdakwa dipidana penjara selama 5 (lima) bulan.
 

 
Dasar hukum:
 
Referensi:
1.    R. Soesilo. 1991. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Politeia: Bogor.
 
Putusan:

HAL-HAL PENTING YANG DIATUR DALAM UU NOMOR 11 TAHUN 2012 TTG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

 Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (“UU SPPA”) yang mulai diberlakukan dua tahun setelah tanggal pengundangannya, yaitu 30 Juli 2012 sebagaimana disebut dalam Ketentuan Penutupnya (Pasal 108 UU SPPA). Artinya UU SPPA ini mulai berlaku sejak 31 Juli 2014.

UU SPPA ini merupakan pengganti darUndang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak; yang bertujuan agar dapat terwujud peradilan yang benar-benar menjamin perlindungan kepentingan terbaik terhadap anak yang berhadapan dengan hukum. UU Pengadilan Anak dinilai sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan hukum dalam masyarakat dan belum secara komprehensif memberikan perlindungan khusus kepada anak yang berhadapan dengan hukum

Adapun substansi yang diatur dalam UU SPPA antara lain mengenai penempatan anak yang menjalani proses peradilan dapat ditempatkan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA). Substansi yang paling mendasar dalam Undang-Undang ini adalah pengaturan secara tegas mengenai Keadilan Restoratif dan Diversi yang dimaksudkan untuk menghindari dan menjauhkan anak dari proses peradilan sehingga dapat menghindari stigmatisasi terhadap anak yang berhadapan dengan hukum dan diharapkan anak dapat kembali ke dalam lingkungan sosial secara wajar. Demikian antara lain yang disebut dalam bagian Penjelasan Umum UU SPPA.
Keadilan Restoratif merupakan suatu proses Diversi, yaitu semua pihak yang terlibat dalam suatu tindak pidana tertentu bersama-sama mengatasi masalah serta menciptakan suatu kewajiban untuk membuat segala sesuatunya menjadi lebih baik dengan melibatkan korban, anak, dan masyarakat dalam mencari solusi untuk memperbaiki, rekonsiliasi, dan menenteramkan hati yang tidak berdasarkan pembalasan. Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana.


Berikut kami rangkum hal-hal penting yang diatur dalam UU SPPA:
1.    Definisi Anak di Bawah Umur
UU SPPA mendefenisikan anak di bawah umur sebagai anak yang telah berumur 12 tahun tetapi belum berumur 18 tahun, dan membedakan anak yang terlibat dalam suatu tindak pidana dalam tiga kategori:
a.    Anak yang menjadi pelaku tindak pidana (Pasal 1 angka 3 UU SPPA);
b.    Anak yang menjadi korban tindak pidana (Anak Korban) (Pasal 1 angka 4 UU SPPA); dan
c.    Anak yang menjadi saksi tindak pidana (Anak Saksi) (Pasal 1 angka 5 UU SPPA)
Sebelumnya, Undang-Undang Pengadilan Anak; tidak membedakan kategori Anak Korban dan Anak Saksi. Konsekuensinya, Anak Korban dan Anak Saksi tidak mendapatkan perlindungan hukum. Hal ini mengakibatkan banyak tindak pidana yang tidak terselesaikan atau bahkan tidak dilaporkan karena anak cenderung ketakutan menghadapi sistem peradilan pidana.
2.    Penjatuhan Sanksi
Menurut UU SPPA, seorang pelaku tindak pidana anak dapat dikenakan dua jenis sanksi, yaitu tindakan, bagi pelaku tindak pidana yang berumur di bawah 14 tahun (Pasal 69 ayat (2) UU SPPA) dan Pidana, bagi pelaku tindak pidana yang berumur 15 tahun ke atas.
a.    Sanksi Tindakan yang dapat dikenakan kepada anak meliputi (Pasal 82 UU SPPA):
    Pengembalian kepada orang tua/Wali;
    Penyerahan kepada seseorang;
    Perawatan di rumah sakit jiwa;
    Perawatan di LPKS;
    Kewajiban mengikuti pendidikan formal dan/atau pelatihan yang diadakan oleh pemerintah atau badan swasta;
    Pencabutan surat izin mengemudi; dan/atau
    Perbaikan akibat tindak pidana.
b.    Sanksi Pidana
Sanksi pidana yang dapat dikenakan kepada pelaku tindak pidana anak terbagi atas Pidana Pokok dan Pidana Tambahan (Pasal 71 UU SPPA):
Pidana Pokok terdiri atas:
·         Pidana peringatan;
·     Pidana dengan syarat, yang terdiri atas: pembinaan di luar lembaga, pelayanan masyarakat, atau pengawasan;
·         Pelatihan kerja;
·         Pembinaan dalam lembaga;
·         Penjara.
Pidana Tambahan terdiri dari:
·         Perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana; atau
·         Pemenuhan kewajiban adat.
Selain itu, UU SPPA juga mengatur dalam hal anak belum berumur 12 (dua belas) tahun melakukan atau diduga melakukan tindak pidana, Penyidik, Pembimbing Kemasyarakatan, dan Pekerja Sosial Profesional mengambil keputusan untuk: (lihat Pasal 21 UU SPPA)
a.    menyerahkannya kembali kepada orang tua/Wali; atau
b.    mengikutsertakannya dalam program pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan di instansi pemerintah atau LPKS di instansi yang menangani bidang kesejahteraan sosial, baik di tingkat pusat maupun daerah, paling lama 6 (enam) bulan.
3.    Hak-hak Anak
Setiap anak dalam proses peradilan pidana berhak: (Pasal 3 UU SPPA)
a.    diperlakukan secara manusiawi dengan memperhatikan kebutuhan sesuai dengan umurnya;
b.    dipisahkan dari orang dewasa;
c.    memperoleh bantuan hukum dan bantuan lain secara efektif;
d.    melakukan kegiatan rekreasional;
e.    bebas dari penyiksaan, penghukuman atau perlakuan lain yang kejam, tidak manusiawi, serta merendahkan derajat dan martabatnya;
f.     tidak dijatuhi pidana mati atau pidana seumur hidup;
g.    tidak ditangkap, ditahan, atau dipenjara, kecuali sebagai upaya terakhir dan dalam waktu yang paling singkat;
h.    memperoleh keadilan di muka pengadilan anak yang objektif, tidak memihak, dan dalam sidang yang tertutup untuk umum;
i.      tidak dipublikasikan identitasnya;
j.     memperoleh pendampingan orang tua/Wali dan orang yang dipercaya oleh anak;
k.    memperoleh advokasi sosial;
l.      memperoleh kehidupan pribadi;
m. memperoleh aksesibilitas, terutama bagi anak cacat;
n.    memperoleh pendidikan;
o.    memperoleh pelayananan kesehatan; dan
p.    memperoleh hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 4 UU SPPA menyatakan bahwa anak yang sedang menjalani masa pidana berhak atas:
a.    Remisi atau pengurangan masa pidana;
b.    Asimilasi;
c.    Cuti mengunjungi keluarga;
d.    Pembebasan bersyarat;
e.    Cuti menjelang bebas;
f.     Cuti bersyarat;
g.    Hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
4.    Penahanan
Pasal 32 ayat (2) UU SPPA menyatakan bahwa penahanan terhadap anak hanya dapat dilakukan dengan syarat anak telah berumur 14 (empat belas) tahun, atau diduga melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana penjara tujuh tahun atau lebih. Jika masa penahanan sebagaimana yang disebutkan di atas telah berakhir, anak wajib dikeluarkan dari tahanan demi hukum.
5.    Pemeriksaan Terhadap Anak Sebagai Saksi atau Anak Korban
UU SPPA ini memberikan kemudahan bagi anak saksi atau anak korban dalam memberikan keterangan di pengadilan. Saksi/korban yang tidak dapat hadir untuk memberikan keterangan di depan sidang pengadilan dengan alasan apapun dapat memberikan keterangan di luar sidang pengadilan melalui perekaman elektronik yang dilakukan oleh Pembimbing Kemasyarakatan setempat, dengan dihadiri oleh Penyidik atau Penuntut Umum, dan Advokat atau pemberi bantuan hukum lainnya yang terlibat dalam perkara tersebut. Anak saksi/korban juga diperbolehkan memberikan keterangan melalui pemeriksaan jarak jauh dengan menggunakan alat komunikasi audiovisual. Pada saat memberikan keterangan dengan cara ini, anak harus didampingi oleh orang tua/Wali, Pembimbing Kemasyarakatan atau pendamping lainnya [lihat Pasal 58 ayat (3) UU SPPA].
6.    Hak Mendapatkan Bantuan Hukum
UU SPPA memperbolehkan anak yang terlibat dalam tindak pidana untuk mendapatkan bantuan hukum tanpa mempermasalahkan jenis tindak pidana telah dilakukan.
Anak berhak mendapatkan bantuan hukum di setiap tahapan pemeriksaan, baik dalam tahap penyelidikan, penyidikan, penuntutan, maupun tahap pemeriksaan di pengadilan (Pasal 23 UU SPPA). Anak Saksi/Anak Korban wajib didampingi oleh orang tua/Wali, orang yang dipercaya oleh anak, atau pekerja sosial dalam setiap tahapan pemeriksaan. Akan tetapi, jika orang tua dari anak tersebut adalah pelaku tindak pidana, maka orang tua/Walinya tidak wajib mendampingi (Pasal 23 Ayat (3) UU SPPA).
7.    Lembaga Pemasyarakatan
Dalam Pasal 86 ayat (1) UU SPPA, anak yang belum selesai menjalani pidana di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (“LPKA”) dan telah mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dipindahkan ke lembaga pemasyarakatan pemuda. Pengaturan tersebut tidak ada dalam Pasal 61 UU Pengadilan Anak.
Walaupun demikian, baik UU SPPA dan UU Pengadilan Anak sama-sama mengatur bahwa penempatan anak di Lembaga Pemasyarakatan dilakukan dengan menyediakan blok tertentu bagi mereka yang telah mencapai umur 18 (delapan belas) tahun sampai 21 (dua puluh satu) tahun (Penjelasan Pasal 86 ayat (2) UU SPPA dan Penjelasan Pasal 61 ayat (2) UU Pengadilan Anak).

Dasar hukum:

Minggu, 25 Mei 2014

RECIDIVE (PENGULANGAN TINDAK PIDANA)


   1.      Pengertian Recidive
Recidive atau pengulanagan terjadi apabila seseorang yang melakukan suatu tindak pidana dan telah dijatuhi tindak pidana dengan putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum  tetap atau “inkracht van gewijsde”,  kemudian melakukan tindak pidana lagi. 
Perbedaannya dengan Concursus Realis adalah pada Recidive sudah ada putusan pengadilan berupa pemidanaan yang telah mempunyai kekuatan hukum  tetap atau “inkracht van gewijsde” sedangkan Concursus Realis terdakwa melakukan perbuatan pidana dan antara perbuatan satu denagan yang lain belum ada putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum  tetap atau “inkracht van gewijsde”, . Recidive merupakan alasan untuk memperberat pidana yang akan dijatuhkan. Dalam ilmu hukum pidana  dikenal adad dua  sistem Recidive antara lain:
 
1.             Sistem Recidive Umum
Menurut sistem ini, setiap pengulangan terhadap jenis tindak pidana apapun dan dilakukan dalam waktu kapan saja, merupakan alasan untuk memperberat pidana yang akan dijatuhkan. Jadi tidak ditentukan jenis tindak pidana dan tidak ada daluwarsa dalam residivnya.

2.             Sistem Recidive Khusus
Menurut sistem ini tidak semua jenis pengulanagan merupakan alasan pemberatan pidana. Pemberatan hanya dikenakan terhadap pengulangan yang dilakukan terhadap jenis tindak pidana tertentu dan yang dilakukan dalam tenggang waktu yang tertentu pula.

MENURUT KUHP

Dalam KUHP ketentuan mengenai Recidive tidak diatur secara umum tetapi diatur secara khusus untuk kelompok tindak pidana tertentu baik berupa kejahatan maupun pelanggaran.
Disamping itu di dalam KUHP juga memberikan syarat tegnggang waktu pengulangan yang tertentu. Jadi denagan demikian KUHP termasuk kedalam Recidive khusus.

a.       Recidive Kejahatan
Recidive terhadap kejahatan dalam pasal  : 137 (2), 144 (2), 155 (2), 161 (2),  163(2), 208 (2), 216 (3), 321 (2), 393 (2) dan 303 bis (2).
Jadi ada 11 jenis kejahatan yang apabila ada pengulangan menjadi alasan pemeberat, perlu diingat bahewa mengenai tenggang waktu dalam Recidive tersebut tidak sama mislanya :
i.          Pasal : 137, 144, 208, 216, 303 bis dan 321 tenggang waktunya  dua tahun;
ii.         Pasal 154, 157, 161, 163 dan 393 tenggang waktunya lima tahun.
iii.      Sedangkan untuk Recidive yang diatur dalam pasal 486, 477 dan 488 KUHP mensyaratkan bahwa tindak pidana yang di ulangi termasuk dalam kelompok jenis tindak pidana tersebut.

b.      Recidive Pelanggaran
Recidive dalam pelangaran ada 14 jenis tindak pidana yaitu :
Pasal 489, 492, 495, 501, 512, 516, 517, 530, 536, 540, 541, 544, 545, 549 KUHP
Syarat-syarat Recidive pelanggaran disebutkan dalam masing-masing pasal yang bersangkutan.

     3.  Recidive  Di LUAR KUHP
   Recidive diluar KUHP antara lain diatur di dalam Undang-undang :
i.                   Tidak pidana narkotika (UU 22 / 1997), Pasal 78 s/d 85 dan Pasal 87; tenggang waktu lima tahun. Ancaman pidana ditambah sepertiga.
ii.                  Tindak pidana Pisikotropika (UU No 5/1997), Pasal 72, ancaman pidana ditambah sepertiga

Rabu, 13 Maret 2013

SISTEM HUKUM SOSIALIST




SISTEM HUKUM SOSIALIS
·         Peter de Cruz
      A.    System Sosialis dan Rusia
Di Eropa saat ini, sistem hukum sosialis tampaknya telah jatuh menuju penurunan telak dan tidak lagi menjadi partner yang dominan dan setara dengan keluarga hukum asal civil law dan common law. Sebaliknya ia semakin terasingkan dari perannya sebagai ankronisme di sebagian besar wilayah eropa timur. Sebagai akibat dari berbagai peristiwa selama lima tahun belakangan ini cukup masuk akal jika banyak bekas negara sosialis akan kembali kepada akar civil law, atau tetap mempertahankan sebagian dari ideology mereka sebelumnya atau berpindah menjadi kapitalisme dan mengadopsi hukum barat, maka tentunya akan menjadi sistem hukum” hibrida”. Sistem hukum hibrida yaitu sebuah sistem di mana ada lebih dari satu sistem hukum yang hidup bersama, dimana tipe hukum civil law maupun common law dapat ditemukan, tetapi berorientasi dalam konteks dan ruang lingkup yang berbeda.

      B.     Konsep Hukum Sosialis
Ideologi sosialis secara prinsip mengatakan bahwa semua hukum adalah instrument dari kebijakan sosial dan ekonomi, dan tradisi common law dan civil law merefleksikan masyarakat ekonomi dan pemerintahan yang eksploratif, imperialistic, borjuis dan kapitalis. Teori marxis ditemukan pada doktrin “materialism dialektis/historis” yang berpendapat bahwa sebuah masyarakat melalui fase sepanjang evolusi dan perkembangannya.
Christine Sypnowich mendefinisikan “sosialisme” sebagai sebuah masyarakat di mana hak kepemilikan bersama atas sarana-sarana produksi yang dengan demikian memperbolehkan tingkat kesetaraan dan persaudaraan yang tinggi dalam hubungan-hubungan sosial.
Hukum, ketika di gunakan oleh para pemimpin Soviet, hanya merupakan sebuah sarana dalam merencanakan dan mengorganisasikan struktur ekonomi dan sosial negara tersebut.
Kelompok negara yang telah menerima hukum sosialis dapat di bagi kedalam dua kategori utama:
1.      Yurisdiksi sosialis yang lebih tua, seperti Polandia, Bulgaria, Hungaria, Cekoslowakia, Romania, Albania, dan Republik Rakyat Cina, republic rakyat Vietnam, Republik Rakyat demokratik Korea, Mongolia dan Kuba.
2.      System hukum sosialis yang lebih baru atau baru lahir, seperti Republik Demokratik Kamboja, Laos,Mozambik, Angola, Somalia, Libia, Etiopia, Guinea, Guyana.
Partai komunis adalah satu-satunya badan perencanaan dan pemerintahan yang nyata di dalam sistem hukum sosialis.

      C.    Perbedaan Antara Civil Law Dan System Sosialis
Mayoritas ilmuwan barat berpendapat bahwa hukum sosialis membentuk sebuah keluarga hukum yang terpisah dari keluarga civil law dan mereka ini termasuk para ilmuan besar seperti: David, Hazard, Merryman, Ancel, Osakwe, Bogne dan Constantinesco. Tetapi friedmann, Lawson, Lasono dan Ehrenzweig adalah termasuk dalam aliran yang meyakini bahwa hukum sosialis adalah anggota dari kelompok civil law atau subspesies dari civil law.
Quigley (1989) merangkum fitur-fitur tesebut sebagai berikut:
1.      Hukum Sosialis diprogramkan untuk lenyap secara perlahan bersamaan dengan hilangnya hak kepemilikan privat dan kelas-kelas sosial serta transisi menuju sebuah tatanan sosial komunistik;
2.      Negara-negara Sosialis didominasi oleh sebuah partai politik tunggal;
3.      Di dalam sistem Sosialis, hukum disubordinasikan untuk menciptakan sebuah tatanan ekonomi baru, di mana di dalamnya hukum privat diabsorbsi oleh hukum publik;
4.      Hukum sosialis memiliki sebuah karakter pseudo-relijius;
5.      Hukum sosialis lebih bersifat prerogatif ketimbang normatif.

      D.    Kesamaan Antara Civil Law Dan System Sosialis
Ada banyak kesamaan antara civil law dan system sosialis. Quigley menyebutkan, corak investigasi dari persidangan, undang-undang dan legislasi/regulasi yang dijalankan sebagai corak dasar dari pembentukan hukum, pembagian hukum kedalam kategori-kategori civil (private) law-nya dan metode investigasi kejahatan (dokumentasi tertulis yang disusun oleh investigator hukum terlatih). Dia juga menyebutkan bahwa system hukum sosialis telah menggunakan berbagai institusi, metodologi dan organisasi civil law. Lebih lanjut menyebutkan bahwa kekerabatan dan provisi-provisi hukum perdata berkenaan dengan hubungan-hubungan interpersonal yang tidak berbeda dengan negara-negara civil law.
Dia menyimpulkan bahwa pokok perbedaan antara civil law dan hukum sosialis belum dapat memisahkan hukum sosialis dari tradisi civil law, dan jika berfikir sebaliknya berarti mengabaikan koneksi historis antara hukum sosialis dengan civil law serta relevansi yang masih terus ada antara peraturan, metode, intstitusi, dan prosedur civil law dengan sosialis law.
Tradisi kodifikasi rusia juga telah di mulai dari beberapa abad sebelumnya. Prevda Russkaia (hukum Rusia) yang di pandang sebagai kompilasi hukum-hukum Rusia. Setelah revolusi Bolshevik pada 1917, saat itu hampir genap lima tahun kodifikasi berlangsung.
Hukum perdata Soviet jelas sangat dipengaruhi oleh hukum perdata jerman. Hukum perdata Swiss dan rancangan hukum perdata rusia pada tahun 1913. Maksudnya dalah memadukan kodifikasi Jerman yang terbaik dengan tujuan yang mulia dari hukum Perancis.
Sama seperti system civil law, para ilmuan hukum menjadi sebuah sumber intelektual yang sangat berharga di semua negara sosialis.  Karena hanya sedikit laporan tentang keputusan pengadilan, para pakar hukum atau doctrinal sebetulnya menulis tentang keputusan-keputusan yudisial, tidak hanya memberikan fakta-fakta dan keputusan yang ada, tetapi juga latar belakang dan penjelasan dari berbagai konsekuensi dari sebuah keputusan.
Dengan kata lain, para ilmuan hukum memainkan peranan yang besar dalam menganalisis, mengembangkan dan mendiseminasikan doktrin hukum. Mereka juga memainkan peranan yang signifikan dalam mendidik semua anggota profesi hukum. Mereka adalah orang-orang yang paling berpengetahuan dalam bidang hukum dari semua professional melalui pelatihan dan pengajaran hukum.


       E.     Apakah system sosialis merupakan bagian dari system civil law?
Peter De Cruz tidak setuju dengan kesimpulan menyeluruh Quigley yang mengatakan bahwa sistem sosialis hanyalah perluasan lainnya dari System civil law. Walaupun dia memang sangat benar dalam menyoroti tentang kesamaan anatara civil law dan hukum sosialis, sperti yang dilakukan oleh para penulis lainnya, jelas bahwa pengaruh ideology Marxis/leninislah, serta berbagai manifestasinya, yang pada waktu itu tetap meresap, meliputi dan benar-benar dominan dalam masyarakat seperti bekas negara Uni Soviet, yang tak diragukan lagi telah membedakannya dari system civil law dan sistem hukum lainnya. Bekas negara Uni Soviet dulunya menghukum siapapun yang mengambil untung dari penghasilan yang bukan dari hasil bekerja (misalnya dari investasi dan kepemilkan property) yang diperoleh dari perusahaan swasta. Ia tidak memiliki pemisahan kekuasaan; agensi-agensinya tidak diperbolehkan untuk mengkritisi hukum-hukum Soviet; para penulis doctrinal hanya boleh mengkritisi hukum jika itu adalah hukum-hukum yang sudah digunakan dan bahkan kritisisme haruslah bersifat analisis ketimbang politisis dan jelas tidak bersifat polemik. Pengadilan hanya sekedar menjalankan kebijakan pemerintah atau kebijakan “partai komunis”. Mereka membangun institusi/ kantor yang sangat hebat, yang dikenal sebagai “procurator” yang memadukan peran jaksa penuntut, penyelidik, agensi banding, pengacara dan petugas kesejahteraan.
Poin pembeda penting lainnya adalah bahwa, hukum Perancis (civil law) sebagai lambang kebebasan Perancis dan revolusinya, hukum Soviet dipandang hanya sebagai sebuah dasar bagi penunjang bagi penunjang berbagai maksud dan tujuan politik yang harus dimodifikasi, seiring dengan perubahan masyarakat sosialis, yang sesuai dengan pembangunan, masyarakat komunis yang sesungguhnya.
Dibawah sosialisme soviet, hak kepemilikan di batasi menjadi dua kategori: hak kepemilikan sosialis dan hak kepemilikan personal. Hak kepemilikan personal adalah apa-apa yang diperbolehkan untuk dimiliki oleh individu untuk konsumsi mereka sendiri. Hak kepemilikan sosialis termasuk property yang dimiliki harus diserahkan kepada negara, dan property yang dimiliki ole organisasi “public” serta pertanian kolektif.

       F.     Akhir USSR dan Federasi Rusia Baru
Negara Uni Soviet yang dibentuk oleh peraturan komunis mulai berdiri sejak revolusi Oktober tahun 1917 (atau tepatnya 30 Desember 1922) dan berakhir pada desember 1991. 10 dari 15 pemimpin republik menandatangani sebuah deklarasi yang merekomendasikan bahwa pemerintah pusat akan ditangguhkan sampai ditandatanganinya sebuah konstitusi baru. Deklarasi ini disampaikan pada sesi pembuka parlemen Soviet penuh, yang secara efektif menyatakan berakhirnya negara USSR. Negara soviet yang telah didirikan pada 30 Desember 1922 sirna sebelum hari jadinya yang ke 70. Pada 1922 Republialik Sosialis Federatif Soviet Russia (RSFSR) mengubah namanya menjadi “Federasi Rusia”
Perjanjian yang menciptakan persemakmuran dimulai dengan pembukaan yang isinya tentang tujuan-tujuan pembangunan negara-negara demokratik yang diatur oleh hukum yang berdasarkan pada sikap saling mengakui dan menghormati kedaulatan. Ke 11 negara tersebut kemudian menyatakan  kerja sama antar semua anggota persemakmuran, Disini juga dinyatakan dengan “Reformasi pesemakmuran negara-negara yang idependen maka negara kesatuan Republik Sosialis  Soviet telah ditiadakan”.
Republik-republik yang belum bergabung dengan persemakmuran adalah Estonia, Latvi, Lithuania, dan Georgia. Negara-negara tersebut memang memiliki beberapa atribut persemakmuran Inggris dan masyarakat Eropa tetapi tidak sama dengan keduanya. Ia lebih mirip denagn sebuah federasi dari sejumlah negara, diamana setiap negara tetap meiliki independesinya.

       G.    Hukum Rusia – Kembali ke Civil Law atau Sistem Hibrid?
Selama era Uni Soviet hukum perdata RSFSR tahun 1922 berasal dari hukum perdata jerman. Sebelum revolusi tersebut, Rusia sebetulnya adalah sebuah negara Civil Law. Oleh karena itu gaya pembentukan hukum di USSR adalah melalui undang-undang dan legislasi. Hukum-hukum yang telah dikeluarkan semasa rezim Soviet dahulu, yang dengan demikian merupakan hukum semua anggota perserikatan, dan dapat diaplikasikan pada semua republik, pada hukum republik dan legislasi daerah.
Pengadilan di gunakan sebagai alat untuk mendorong dan melaksanakan kebijakan Negara dan pemerintah. Semua ini seharusnya berubah di dalam hukum-hukum baru dari sebuah federasi baru.

       H.    Reformasi Federasi Rusia
a.       Reformasi Kehakiman: Menteri Peradilan Rusia pada tanggal 25 Desember 1991, menyatakan bahwa reformasi yudisial telah dimulai di Rusia dan bahwa “jaminan-jaminan yang dapat diandalkan-secara yuridis dan konstitusional” dan penghapusan dan penganggaran kekuasaan yudisial di Rusia harus diperkenalkan.
b.      Institusi Juri: pengenalan ini secara tahap demi tahap, dimana dengan cara ini keputusan   tentang apakah seseorang bersalah atau tidak, akan diputuskan oleh publik, tetapi hanya berkenaan dengan masalah bersalah atau tidak bersalah, bukan ukuran hukumnya, yang akan menjadi tugas mereka.
c.       Sebuah hukum baru tentang permohonan perlindungan telah diperkenalkan.
d.      Sebuah hukum pidana telah diperkenalkan. Dibaca untuk pertama kalinya pada tahun 1992. Prioritas akan di berikan bagi perlindungan terhadap hak-hak individual. Pasal yang berhubungan dengan hukuman atas kejahatan perusahaan swasta telah dianulir (dicabut). Tidak ada lagi hukuman bagi kerabat seorang pelaku tindak pidana yang tidak melaporkan kejahatan tersebut. Berkurangnya daftar kejahatan yang dihukum dengan hukuman mati telah berkurang yang awalnya dari 27 menjadi 3,  kaum perempuan dan anak-anak yang belum dewasa tidak termasuk di dalamnya. Periode maksimum hukuman penjara mungkin akan tetap 15 tahun.

       I.       Pengadilan dan Persidangan Rusia: Rusia baru yang sedang beraksi?
Beberapa perubahan telah terjadi pada pengadilan-pengadilan Rusia di Federasi Rusia. Misalnya, ada beberapa corak pengadilan Arbitrazh yang berbeda dari pengadilan Gosrbitrazh sebelumnya. pengadilan Arbitrazh adalah tribunal yang disponsori oleh negara yang bertanggung jawab untuk menyelesaikan perselisiahan ekonomi. Secara institusional ia tetap berbeda dari pengadilan dengan yurisdiksi umum dan dari pengadilan konstitusional. Ini tentunya mirip dengan institusi-institusi yang ada di Jerman dan Perancis. Tetapi terdapat inovasi di Rusia misalnya:
1)      Biaya yang lebih rendah untuk pengarsipan perkara;
2)      Para pihak sekarang harus menanggung beban untuk mengumpulkan dan menyajikan bukti;
3)      Pemeriksaan perkara oleh hakim tunggal;
4)      Mengharuskan agar opini yudisial mengikutsertakan penalaran terhadap keputusan tersebut;
5)      Mendorong segera terciptanya keputusan;
6)      Memperbaharui prosedur banding. Salah satu perubahan yang paling signifikan adalah pemohon sekarang punya beban untuk membuktikan perkara mereke kepengadilan. Oleh sebab itu bagi pengadilan yang menangani perselisihan ekonomi, hakimnya harus memutuskan perkara berdasarkan bukti yang disampaikan oleh para pihak. Pengadilan juga punya hak memutuskan jika diingikan pemohon, jika terdakwa gagal manampilkan bukti yang mendukung klaim mereka.
Inovasi lainnya adalah bahwa opini-opini yudisial atau keputusan-keputusan tertulis harus didukung syarat-syarat tertentu untuk dikatakan valid: terdiri atas bagian pendahuluan, deskriptif, penjelasan dan determinative. Oleh karena itu para hakim dituntut menjelaskan dasar keputusan mereka.
Institusi Rusia baru yang dikenal sebagai pengadilan kasasi, sekarang ada 10 buah. Pihak penuntut bisa mengajukan banding bahkan setelah seuah perkara ditinjau oleh pengadilan banding. Masing-masing pengadilan memeriksa banding dari wilayah geografis tertentu, yang agak mirip dengan Federal Circuit Court (pengadilan federal yang berpindah-pindah) di Amerika. Para hakimnya berasal dari para praktisi hukum dan sebagian lagi dari kalangan akademis sehingga tidak diseleksi dari pengadilan arbitrazh. Fungsi dari pengadilan kasasi bukan untuk mempertimbangkan sebuah perkara berdasarkan kepatutannya, melainkan untuk meninjau perkara untuk menemukan legal errornya (kesalahan hukum). Namun hanya berhubungan dengan kesalahan yang mungkin telah dilakukan dalm mengaplikasikan hukum substantif atau prosedural yang akan menyebabkan keputusan yang tidak benar pada persidangan atau pengadilan banding. Setiap keputusan untuk mengubah sebuah keputusan sebelumnya bisa didasarkan pada pelanggaran terhadap hukum substantif atau prosedural.
Banding masih disebut “Protest”, seperti masa Soviet dahulu, dan peraturan bagi banding tidak pernah berubah. Hanya ada 2 (dua) tempat resmi yang punya hak untuk mengeluarkan “protest” yakni pengadilan Arbitrazh yang lebih tinggi dan para deputinya, serta “Prokurator” umum dan para deputinya.

        J.      Observasi OCJ Terhadap Persidangan Rusia
Dalam bidang internasional, organisasi peradilan telah melaporkan tentang sebuah kunjungan ke Moskow yang dilakukan oleh petugas hukumnya untuk berpartisispasi dalam observasi terhadap sebuah persidangan di Rusia. Pada oktober 1997 sebuah delegasi International Commission of Jurist (ICJ) untuk mengamati persidangan seorang Mahasiswa perempuan Nigeria yang telah ditahan selama 21 bulan atas tuduhan terlibat dalam kasus narkoba. Delegasi ini terdiri atas tiga orang masing-masing berasal dari Swedia, Polandia dan Inggris. Kasus ini mengilustrasikan masalah yang dihadapi Rusia seiring dengan upayanya untuk mensejajarkan langkah dengan kewajiban dewan Eropa-nya. Rusia menjadi salah satu anggota dewan Eropa pada Februari 1996, setelah ia memperkenalkan langkah-langkah “proteksi domestik”. Termasuk untuk menciptakan sebuah pengadilan konstitusional dan hukum tentang Hak Asasi Manusia.
Penundaan persidangan memperjelas berbagai masalah dalam proses hukum yakni
1)   Tak ada penerjemah yang hadir pada saat penangkapan terdakwa, faktanya terdakwa hanya bisa berbahasa inggris dan bahasa Rusianya sangat minim.
2)   Hakim tidak bisa menggunakan kekuasaannya untuk memaksakan kehadiran para saksi, termasuk saksi dari pihak polisi, dengan cara memberikan perintah panggilan, sehingga persidangan terus tertunda sampai beberapa kali karena ketidakhadiran para saksi itu.
3)   Masalah lainnya adalah ketiadaan akomodasi. Sepanjang penahanannya terdakwa harus berbagi sel tahanan bersama 54 narapidana lainnya.
Ini sungguh merupakan potret dari sebuah persidangan yang diamati oleh sebuah organisasi Internasional. Kasus ini juga melahirkan/ memunculkan dugaan kejahatan narkoba tanpa bukti, yang masih menjadi masalah besar di dalam situasi Rusia yang labil dan tidak seharusnya dianggap sebagai sebuah representasi. Tetapi jelas layak untuk dicatat.

       K.    Konstitusi Federasi Rusia Baru
Parlemen Federasi Rusia telah membahas rancangan konstitusi barunya, dan pada akhirnya mulai diberlakukan pada 12 Desember 1993 hari pemilihan umum (referendum) diseluruh wilayah negara. Ekstraksi dari versi konstitusi terakhir pada Desember 1993 telah dihasilkan disini. Beberapa pokok penting yang bisa dicatat adalah:
Awal pembukaannya; pasal satu secara tegas menyatakan ‘federasi Rusia….akan menjadi sebuah Negara yang berdasarkan hukum Federatif demokratik dengan bentuk pemerintahan republik:
·      Didalam pasal 2 bab I mengatakan bahwa manusia dan HAM serata kebebasan akan menjadi nilai yang tertinggi.
·       Pasal 3 ayat 1 mengatakan bahwa rakyat federasi Rusia yang multi etnik  akan menjadi pengemban kedaulatan dan satu-satunya sumber otoritas di federasi rusia
Pasal 3 ayat 2 mengatakan bahwa rakyat akan menjalankan  kekuasaan secara langsung dan tidak melalui otoritas lembaga negara tetapi melalui lembaga pemerintah daerah yang berdiri sendiri
·      Pasal 4. Bersipat bebas dan dilaksanakn secara universal, setara dan hak pilih langsung melalui  pemumutan suara.
Pasal 4 ayat 2 menetapkan bahwa konstitusi federasi rusia dan hukum-hukum federal akan memiliki prioritas diseluruh wilayah federasi rusia.
·      Pasal 10, bahwa kekuasaan negara difederasi rusia akan dijalankan berdasarkan pemisahan menjadi cabang-cabang legislatif, eksekutif dan yudikatif yang bersifat independen
·      Pasal 17, bahwa didalam federasi Rusia hak-hak asasi manusia dan hak-hak sipil serta kebebasan akan diakui dan dijamin berdasarkan prinsip yang diakui secara universal, ini senada dengan gaya prinsip demokratik barat.
·      Dalam bab II konstitusi yang bertanjuk kebebasan
·      Dalam bab kedua kostitusi yang bertajuk, kebebasan dan hak-hak spil dan hak asasi manusia ada penyebutan secara satu persatu hak dasar, kebebasan dan kewajiban. Pasal 19, bahwa semua setara dihadapan hukum dan pengadilan, serta negara akan menjamin kesetaraan serta kebebsan hak-hak sipil dan hak asasi manusia tampa memandang jenis kelamin ras, kebagsaan, bahasa, asal usul status resmi atau hak kepemilikan, tempat tingal, sikap terhadap agama dan sebagainya.
·      Pasal 37, laranan kerja paksa
·      Pasal 123, proses persidanagan disemua pengadilan dapat dilakukan secara terbuka. Pemeriksaan in camera (tertutup) diperbolehkan dalam kasus-kasus yang didukung oleh hukum federal.
·      Bab 7, berhubungan dengan kekuasaan yudikatif diamana dalam pasal 118 menjelaskan bahwa kekuasaan yudikatif hanya dapat dikelolah oleh pengadilan hukum saja, yan dibentuk melalui konstitusi federasi rusia dan konstitusional  federal.
·      Pasal 56, bahwa restriksi terhadap hak dan kebebasan indifidual dengan indikasi dan ruang lingkup dan batas waktu pelaksanaanya dilakukan dalam satu periode.

       L.     Reformasi Belarusia
Pada tanggal 23 April 1992, parlemen bela Rusia mengakui adanya kebutuhan untuk mengimplementasikan sebuah reformasi hukum sebagai salah satu kondisi untuk membangun sebuah peraturan hukum negara. Tujuan utama dari reformasi adalah penciptaan sebuah sistem hukum yang dapat memastikan pemungsian peraturan hukum negara, penegasan terhadap terciptanya sebuah kehakiman yang idependen sebagai penjamin utama  baik hak-hak dan kebebasan umum (warga negara) implementasi dalam legislasi prinsip-prinsip demokratik dari organisasi dan kegiatan lembaga penegak hukum yang sesuai dengan norma-norma hukum internasional yang di akui secara umum.
Reformasi hukum di belarusia akan diimplementasikan dalam tiga tahap :
a)      Perubahan-perubahan akan dilakukan terhadap legislasi yang berhubungan dengan pengadopsian hukum pada pengadilan konstitusional, kantor kejaksaan, pengacara, layanan notaris dan layanan keamanan nasional.
b)      Langkah-langkah organisasional akan diimplementasikan untuk menciptakan unsur-unsur dasar bagi sistem kelembagaan kehakiman yang bar, seperti juri, komite penyelidikan dan pengadilan banding.
c)      Tujuan akhir dari reformasi hukum akan diimplementasikan untuk menciptakan unsur-unsur dasar bagi sistem lembaga kehakiman baru yang melakukan tugasnya berdasarkan legislasi yang baru.

         M.   Menuju Sebuah Negara Demokratik Sosial Rusia ?
Semua prasayarat bagi sebuah negara demokratik sepertinya sudah ada  kebebasan sipil, pemisahan kekuasaan, kehakiman yang independen, kebebasan yang di jamin, kebebasan media, hak untuk memutuskan apakah ingin ikut dalam sebuah perserikatan dagang atau tidak (pasal 30 konstitusi federasi Rusia),
Federasi baru dan negara-negara yang baru dinyatakan merdeka terlrpas dari, masadepan republik-republik baru, jauh dari pasti. Konflik-konflik lama banyak yang belum terselesaikan, masalah ekonomi terus meluas, kekurangan kebutuhan dasar masih terus berlangsung, produktivitas masih tetap rendah dan berbagai permasalahan baru terus bermunculan. Metode privatisasi yang saat ini adalah sistem pemberian kupon kepada setiap warga negara Rusia agar dapat memecah perusahaan-perusahaan negara yang lama menjadi sejumlah unit yang dimiliki secara demokratis, namun sistem ini tidak berjalan di negara-negara kapitalis.
Presiden Yelestin juga telah memperluas kekuasaan khusus yang telah diberikan parlemen kepadanya, sehingga yelestin punya hak untuk mengangkat dan memberhentikan para menteri sekehendak hatinya, menunda pemilu, berlangsung pada akhir tahun 1992. Memang belum jelas seperti apakah bentuk pemisahan tanggung jawab antara parlemen dan presiden, namun daripada membentuk sebuah sistem institusi demokratik, Yelestin lebih memilih untuk memerintah dengan mengeluarkan dekrit.
Oleh sebab itu tidak ada angkuntabilitas yang sesuguhnya didalam federasi rusia Seperti sesuatu yang akuivalen dengan sistem konferensi pers reguler presidensial pada sistem amirika. Pada tahun 1998 peresiden yelestin secara dramatis membubarkan seluruh pemerintahanya dua kali dalam enam bulan, dan pada tahun 1998 juga Yelstin mulai menarik karena sakit dan  semakin jarang menamoakan diri di depan publik.
Krisis ekonomi si rusia semakin dalam, pemerintah rusia dan perusahaan-perusahaan swasta bersama-sama menangung hutang luar negeri  sebesar U$$194 juta kepada beberapa pemerinah dan bank-bank luar negeri. Mengigat berbagai masalah multi-seginya transformasi keseluruhan dari lansekap ekonomi dan politis Rusia benar-benar sangat dibutuhkan; sebuah transformasi yang melibatkan segenap hati dan pikiran masyarakat, dengan kepemimpinan yang kuat dan positif, sehingga kebiasaan-kebiasaan ekonomi masyarakatnya yang sudah tertanam dapat digantikan dengan sebuah semangat wirausaha.

        N.    Beberapa Perkembangan Terakhir Lainya
Kekahwatiran yang terjadi dimana-mana serta ketidakpuasan  karena pengurangan jumlah tentara Rusia menjadi faktor-faktor yang mempertahankan awal potensi kudeta dan kudeta internal tak pernah berkurang.  Perang yang terjadi dinegara-negara balkan yang melibatkan serbia  dan kosovo dengan beberapa negara anggota NATO (24 maret – 13 juni 1999 ) menunjukan bahwa rusia masi cenderung mendukung sekutu lamanya seperti pemimpin Serbia Milosevic, sampai tekanan internasional di jatuhkan terhadapnya, tekanan tersebut akhirnya membawa kerjasama dengan NATO setelah Milesovic bersedia menarik pasukanya  dari Kosovo, setelah 72 hari serangan bom yang dilakukan NATO, untuk menghentikan kekejaman serangan bersenjata terhadap ribuan warga etnik  albania yang dibasmi ditempat asal mereka  di yoguslavia. Pada tahun 1999, presiden Yelstin memperingatkan NATO menghentikan serangan bom mereka, yang akan memicu perang dunia. Hubungan yang sulit antara rusia dan barat ditunjukkan secara grafis dalam konflik belakangan ini. Meski pada akhirnya Rusia bersedia bekerja sama denagn barat untuk menghadirkan Milosevic didalam sebuah rencana perdamaian internasional.
Dalam bidang pengembangan sistem-sistem hukum terlihat adanya usaha dari para pemimpin Rusia, sejak akhir tahun 1980-an sampai tahun 1990-an untuk mencapai suatu bentuk demokrasi sosial, dan mungkin akan dibentuk didalam sebuah keranka  civil law.
Apabila hukum federasi Rusia baru dan republik-republik bukan anggota terdiri atas sebuah kombinasi civil law (yang didasarkan pada hukum romawi atau versi cotinental yang lebih baru) serta sebuah pemerintah kuasi-militer, yang dalam hal tertentu mirip dengan sebuah junta di amerika selatan atau suatu bentuk kediktatoran yang bijak. Atau bahkan sebuah versi demokrasi sosial yang sama sekali baru tidak menjadi persoalan. Yang menjadi persoalan adalah apakah rakyat rusia, khususnya akan diperbolehkan  untuk hidup didalam sebuah masyarakat yang stabil yang mampu menyediakan keluarga pada umumnya dengan standar kehidupan minimum, penegakan hukum, dan persediaan kebutuhan dasar. Dalam kata-kata konstitusi Rusia, rakyatnya mampu, memajukan hak-hak asasi manusia dan kebebasan, dan mendorong kedamaian, keharmonisan sipil, menjaga kesatuan negara, yang berkembang melalui sejarah, memastikan kesejahteraan  dan kemakmuran serta mempertahankan kemapanan pondasi demokrasi.

·         Michael Bogdan
     A.    Latar Belakang Sejarah
Konsep “hukum sosialis” sulit didefinisikan. Istilah “sosialisme” (sosialistis, sosialis, dll) memiliki ari berbeda bagi masing-masing orang. Semua gerakan “sosialis” mempunyai karakteristik umum, yaitu lebih mementingkan “kebaikan kolehtif” diatas kepentingan individu. Dalam konteks yang lebih sempit, “sosialisme” diperuntukan bagi system yang sarana produksi di dalamnya dimiliki oleh masyarakat (biasanya Negara) dan dikelola melalui perencanaan pusat. Menganut definisi tersebut buku ini berkosentrasi pada hukum sosialis di Eropa Timur.
Setelah rezim komunis di Eropa Timur runtuh, timbul godaan untuk menyerahkan system hukum sosialis pada buku-buku teks sejarah hukum. Namun, tidak dapat disingkirkan dengan begitu mudah, keluarga hukum sosialis masih berlaku pada hampir separo populasi dunia. Ada Negara di luar Eropa yang masih menganut system hukum sosialis, misalnya Kuba. Harus dipertimbangkan pula semua Negara bekas Negara sosialis yang terpaksa hidup dengan sisa-sisa hukum sosialis yang mulai menanggalkan system ekonomi terencana, misalnya Vietnam dan Laos dan tidak dapat diabaikan bahwa sosialisme yang dibarengi hukum sosialis pasti akan berkuasa kembali di Negara-negara tertentu, walau hanya untuk sementara dan dalam kondisi yang sangat khusus, misalnya di beberapa Negara yang dahulu pernah menjadi bagian dari Uni Soviet dan kini telah menjadi Negara merdeka.
Fokus tertuju pada karakterristik-karakteristik umum dan tanpa menyinggung perbedaan-perbedaan signifikan. Menurut sejarahnya, hukum sosialis dianggap sebagai gejala tambahan. Pemicu awalnya ialah Revolusi Oktober 1917 di Rusia (walau ada upaya sosialisme yang berumur pendek terjadi pada 1871 selama yang disebut Komune Paris), akibatnya hukum sosialis dipandang sebagai gejala yang masih sangat muda.
Negara soviet yang baru terbentuk dengan cepat menghapuskan tatanan hukum prarevolusi sekaligus mengumumkan pemutusan hubungan mutlak dengan semua tradisi hukum sebelumnya. Hukum Soviet disajikan sebagai hukum yang benar-benar baru dan lebih bermutu, sama sekali berbeda dengan hukum kapitalis borjuis.

       B.     Teori Hukum Marxis-Leninis
Ideologi hukum resmi Marxis-Leninis memegang control tunggal disemua Negara sosialis Eropa Timur. Teori tersebut dibangun pada sesuatu yang dinamakan materialisme historis (pemahaman materialistis akan sejarah). Menurut ajaran itu, perkembangan dimasyarakat termasuk perkembangan hukum ditentukan oleh tingkat perkembangan ekonomi masyarakat yang pada gilirannya ditentukan oleh perkembangan sarana produksi terutama kemajuan teknologi
Sosialis pada akhirnya dapat menggantikan kapitalisme, bukan karena fakta sosialisme lebih bermoral daripada kapitalisme tetapi lebih karena sosialisme lebih produktif. Marx, Engels dan Lenin sama sekali tidak ragu sosialisme sebagai cara produksi lebih unggul daripada kapitalisme. Namun, Marxisme-Leninisme tidak menganggap sosialisme sebagai tahap akhir dalam perkembangan masyarakat, tahap akhir itu adalah tahap komunisme, bila sarana produksi menjadi sangat maju sehingga segala sesuatu diperoleh secara berlimpah dan akibatnya ekonomi uang serta mekanisme-mekanisme pendistribusian dan penjatahan barang dan jasa lainnya tidak diperlukan lagi. Masyarakat komunis juga dapatmengembangkan sifat mulianya dengan sukarela akan bekerja demi kebaikan bersama tanpa menuntut imbalan. Tentu saja akan ada aturan-aturan tentang intervensi yang diperlakukan disertai penggunaan pemaksaan umum, misalnya menentang kekerasan terhadap jiwa, tetapi aturan-aturan ini tidak punya “karakter hukum”.
Aturan-aturan hukum didefinisikan sebagai pernyataan kehendak kelas penguasa yang didukung oleh Negara. Negara alat milik kelas penguasa, sehingga kelas penguasa akan dapat melindungi kepentingan kelasnya. Selama masa awal sejarah umat manusia ketika tidak ada pembagian-pembagian kelas, hukum atau Negara tidak mungkin ada, tidak menyangkal bahwa saat itu sudah ada peraturan, namun menolak menyebutnya hukum. Dari perpektif kelas Marxis-Leninis, Negara dan hukum adalah fenomena sementara yang ada hanya untuk masa relative singkat.
Karakteristik penting lainnya, Negara maupun hukum sebagai alat kediktatoran kelas. Lenin berpendapat Negara sosialis adalah kediktatoran proletar, dimaksudkan sebagai pemerintahan yang dilandasi oleh terror dan dicirikan dengan tiadanya hak-hak kebebasan individu, Masih pendapat Lenin, setiap Negara termasuk yang paling demokratis adalah kediktatoran kelas. Ringkasnya, Marxisme-Leninisme menganggap hukum sebagai superstruktur yang ditentukan oleh sarana produksi.
    
       C.    Dampak Kegagalan Ekonomi Terencana terhadap Sistem Hukum
Prediksi dan ekspektasi terkait perkembangan ekonomi teryata tidak terbukti. Dalam model ekonomi terencana tradisional murni tipe Eropa Timur, target produksi dan konsumsi ditentukan dengan aturan atau keputusan administratif, berbeda dengan ekonomi pasar yang tergolong tak teratur dan kacau-balau. Dalam situasi ideal, perusahaan industri tidak perlu merisaukan perolehan bahan mentah atau pasar untuk produk-produknya, sebab semua sudah ditetapkan di dalam rencana. Keadaan ini membuat perusahaan tidak banyak berperan, sebab kerugian perusahaan akan ditutup oleh Negara dan perusahaan wajib menyerahkan hampir semua surplus kepada Negara.
Pembayaran ganti rugi atas pelanggaran kontrak misalnya, ibarat mengambil uang dari satu kantong dan memasukannya ke kantong yang lain yang sama-sama milik Negara yang sama. Memperhatikan hal ini, sengketa-sengketa mayoritas Negara sosialis dianggap tidak perlu ditangani dengan tipe jaminan procedural yang sama seperti yang biasa diterapkan pada proses hukum pengadilan. Sebagai gantinya sengketa-sengketa ini ditangani dalam pengadilan administatif khusus dengan prosedur yang singkat (system arbitrazh).
Ada bermacam-macam opini perihal ekonomi terencana yang ideal yang tidak berfungsi dalam praktik. Tidak ada keluwesan, system perencanaan itu menghalangi para pengelola perusahaan dalam memenuhi target-target yang ditetapkan, sebab hasil yang terlalu bagus akan menyebabkan target akan ditingkatkan lagi, maka terjadi kecenderungan menyembunyikan kapasitas produksi perusahaan yang sesungguhnya. Selain itu, menciptakan efek yang tidak diinginkan, misalnya perusahaan logam lembaran dalam berat maka perusahaan memproduksi logam setebal mungkin, perusahaan merasa tidak wajib menanggung sendiri kerugiannya malah terbiasa dilindungi dan tidak merasakan motivasi untuk melakukan rasionalisasi.
Lenin menyadari kelemahan ini, awal 1921 mencetuskan NEP (New Economic Policy). Namun, setelah Lenin tiada NEP dihapuskan oleh Stalin. Kegagalan ekonomi tersencana mempengaruhi sesitem hukum sosialis dihampir semua bidang. Bahkan hukum konstitusional dan hukum kriminal.
Karakteristik represif tipikal system hukum sosialis misalnya ditujukan larangan meninggalkan Negara, serta hukuman-hukuman keras (termasuk hukuman mati) untuk kejahatan politik tidak akan diperlukan bila ekspektasi rezim akan keberhasilan ekonomi terealisasi. Kepercayaan pada keunggulan sosalisme nyaris menjadi keyakinan religious, ketika terbukti tidak berfungsi mulai mencari alasan, mencetuskan penghianat dan kambing hitam. Rezim komunis mendapati bahwa membatasi hak dan kebebasan warganegara dengan berbagai cara adalah wajar. Gagasannya bahwa ketika ekonomi sosialis berhasil menyediakan standar hidup yang lebih tinggi maka badan sensor tidak diperlukan lagi. Akibatnya karakter represif system hukum sosialis menemukan dasar berpijak pada system ekonomi terencana, merupakan penegasan hipotesis marxis, hukum dibangun dengan berdasarkan dan mencerminkan fondasi ekonomi masyarakat.

       D.    Restorasi Ekonomi Pasar
Berdasarkan perspektif hukum, transisi dari ekonomi terencana ke ekonomi pasar merupakan pekerjaan yang amat sangat besar. Proses yang jauh lebih rumit dan memakan waktu yang lama dengan hukum dan para pengacara berperan penting di dalamnya. Hukum hanya dapat menciptakan kondisi yang menguntungkan bagi ekonomi pasar namun tidak menciptakan ekonomi pasar benar-benar berfungsi.
Pembaharuan ekonomi pasar ppada akhir 1980an dan awal 1990an dipermudah fakta semua Negara sosialis memiliki system hukum yang pada prinsipnya terdiri dari hukum tertulis, mirip dengan hukum Eropa Kontinental. Memasukan pembaruan radikal lewat Undang-Undang dan regulasi akan jauh lebih mudah dan cepat daripada mengandalkan presenden-presenden pengadilan. Di lain pihak, selama periode sosialis kebudayaan hukum dan kepercayaan pada system hukum mengalami kerugian besar kalau telah diberikan prinsip legalitas sosialis. Sikap meremehkan hukum didukung dengan argumen pseudo-Marxis, bahwa aturan hukum tidak penting di bawah sosialisme sebab bagaimanapun pasti segera lenyap dengan tercapainya komunisme. Dibutuhkan waktu dan kesebaran luar biasa untuk membuat rakyat terbiasa dengan fakta bahwa hidup di negara yang berfungsi di bawah the rule of law, kepercayaan pada aturan main yang ditetapkan di bawah hukum merupakan salah satu prasyarat terpenting bagi perkembangan positif menuju tercapainya ekonomi pasar. Dalam ekonomi terencana tradisonal, tidak ada kebutuhan maupun tempat bagi aturan hukum yang berhubungan dengan berbagai bentuk perusahaan, praktik bisnis terbatas, dll. Aturan hukum khusus yang menjadi kendala langsung bagi perkembangan ekonomi pasar harus segera dihapuskan, seperti seluruh sanksi-sanksi hukum terhadap spekulasi yang dalam ekonomi pasar dianggap sebagai kegiatan bisnis yang sah.
Walau sifatnya hanya sementara, selama transisi dari ekonomi terencana ke ekonomi pasar ialah regulasi hukum untuk proses privatisasi atau swastanisasi yang membuat perusahaan milik Negara dialihkan kepemilikan swasta, misalnya lewat kupon yang biasa digunakan warga untuk membeli saham di perusahaan-perusahaan atau dana bersama sesuai pilihannya. Dari metode pembandingan pembaruan hukum radikal ke arah ekonomi pasar tidak mungkin terjadi tanpa meniru model asing.

       E.     Persebaran Geografis Hukum Sosialis
Tanah air hukum sosialis tentu saja Rusia Soviet, kemudian Uni Soviet, yang beberapa tahun pertama menjadi satu-satunya Negara sosialis dunia. Negara pertama yang mengadopsinya adalah Mongolia, kemudian Negara-negara Eropa Timur (Jerman Timur, Polandia, cekoslavakia, Hongaria, Rumania, Bulgaria) dan sejumlah Negara non Eropa ( Cina, Korea Utara dan bagian utara Vietnam)
Hampir semua sistem hukum sosialis dibangun di atas tradisi hukum Eropa Kontinental, sehingga sesudah sosialisme jatuh, maka ada beberapa negara yang mengembalikan sistem hukum yang dianut kepada sistem hukum Eropa Kontinental. Namun, di beberapa negara sosialis, ada negara yang mengkombinasikan sistem hukum yang dianut denngan tradisi lain, sehingga memberikan karakteristik istimewa pada sistem hukum yang mereka anut.

Hukum Cina
       A.    Konfusianisme
Untuk memahami sikap bangsa Cina terhadap hukum dan perkembangan-perkembangannya di negeri itu, perlu kembali ke pemikir besar Konfusius (551-479 SM) di masa lebih dari dua ribu tahun yang lampau, keyakinan moral dan etika Konfusianisme di Cina telah mencapai tingkatan yang hampir menyamai agama Negara dan pengaruhnya secara umum kepada populasi sangat kuat. Hanya sedikit saja yang dipengaruhi cara berpikir lain (Buddhisme). Salah satu landasan “harmoni kosmis” artinya alam semesta yang seimbang, damai dan tertata secara harmonis.
Intinya, individu diatur dengan sarana aturan moral (li), bukan dengan aturan hukum yang diberlakukan oleh otoritas Negara (fa). Menurut Konfusius, hakim dan undang-undang adalah kejahatan yang diperlukan untuk menghukum penjahat, tetapi tidak diperlukan untuk mengatur urusan diantara orang-orang jujur. Artinya, hukum kriminal itu perlu tetapi hukum privat tidak. Harmoni lebih penting daripada daripada kemenangan bagi pihak yang “berhak”. Individu yang menolak mendukung penyelesaian damai dianggap bukan orang baik. Khususnya bagi pihak yang memperburuk konflik dengan pergi ke pengadilan.
Konon orang Cina mengasosiasikan hukum dan proses hukum di pengadilan dengan peristiwa aib seperti tuntutan hukum atas kejahatan dan hukuman penjara; mereka sulit memahami bahwa di Barat Justitia dimuliakan nyaris bagaikan dewi. Sekitar 250 tahun sesudah Konfusius, sesungguhnya Cina telah dikuasai sesuatu yang dinamakan aliran legalistis. Namun, hanya sesaat saja dan lenyap seiring pergantian dinasti pada 202 SM.

         B.     Aspek-aspek Utama dalam Perkembangan Hukum
Tatanan masyarakat Konfusius berfungsi sangat baik, akibatnya tidak pernah dikembangkan hukum privat yang sesuai dengan pengertian hukum barat. Pasca kejatuhan Kaisar terakhir pada 1911, system tersebut tidak lagi memadai. Pemerintah Kuomintang memperkenalkan sejumlah kodifikasi besar yang meniru model Eropa Kontinental, banyak pengacara Cina belajar di Jerman dan Prancis.
Berdirinya Republik Rakyat Cina pada 1949, kitab-kitab undang undang Kuomintang dihapuskan. Kekosongan hukum tidak dianggap sebagai masalah besar. Aturan perilaku hukum perusahaandialihkan ke tangan Negara sambil menanti legislasi baru yang direncanakan dengan meniru model Soviet. Berangsur-angsur beberapa undang-undang ditetapkan misalnya undang-undang tentang hukum keluarga. Kementerian Kehakiman dihapuskan pada 1959, banyak siswa hukum bersama gurunya dikirim ke pedalaman untuk menggarap tanah pertanian milik kolektif. Riset dan pekerjaan untuk membuat legislasi dihentikan. Sangat berbeda dengan perkembangan di Uni Soviet dan Negara-negara sosialis Eropa timur, tempat legislasi baru berjalan lancer setidaknya secara formal diikendalikan dengan hukum.
Kemunduran drastis lainnya terjadi revolusi kebudayaan (1966-1976) ketiadaan hukum (lawlessness) bersama khaos merajalela. Aturan hukum diganti dengan suasana politik yang tergantung pada penafsiran ucapan Mao Zedong. Eksekusi langsung terhadap tokoh-tokoh yang dianggap lawan politik lumrah terjadi. Situasi saat itu dianggap sangat wajar oleh rakyat yang telah terbuasa diperintah dengan prinsip-prinsip non hukum dan berpendapat cita-cita politik komunisme merupakan pengganti yang layak bagi etika Konfusius. Menurut klasifikasi Mao, konfllik hukum privat dikategorikan “konflik diantara rakyat” dan arena itu tidak memerlukan regulasi hukum.
Kepemimpinan Cina yang berkuasa sesudah revolusi kebudayaan memutuskan untuk membarui Cina menjadi Negara industri modern. Kepemimpinan tersebut menyadari bahwa pembaruan kehidupan ekonomi kearah industri modern tidak mungkin terjadi tanpa berfungsinya system hukum, namun menegakan kembali system hukum merupakan tugas yang sangat berat. Proses legislative dimulai kembali dari nol. Fakultas-fakultas hukum baru dibuka pada akhirb 1970an itu ialah tidak adanya hukum untuk diajarkan. Kementerian Kehakiman dibentuk kembali pada 1979. Kodifikasi terpenting Hukum Sipil tahun 1986, mulai berlaku 1 Januari 1987 dengan judul resmi terjemahan dalam bahasa Inggris “General Principles of Civil Law of the People’s Republic of China.”

          C.     Pendidikan Hukum dan Profesi Hukum
Selama hampir dua dasawarsa lebih setelah tahun 1957, tidak ada pendidikan hukum yang diselenggarakan oleh Universitas di Cina. Disana, Fakultas Hukum baru ada atau dibuka pada penghujung tahun 1970-an dengan gelar sarjana hukum yang pertama kali diberikan pada tahun 1982. Sehingga, hal tersebut berimplikasi kepada minimnya kehadiran pengacara baru yang ada disana. Apalagi, hal tersebut diperparah dengan hilangnya semangat kerja dari pengacara-pengacara senior yang memang sudah sedikit jumlahnya.
Sebagai langkah antisipatif untuk menanggulangi minimnya kehadiran pengacara yang ada di sana, kekurangan tersebut ditutupi dengan banyaknya pekerjaan hukum yang dilaksanakan oleh “Pengacara Keliling” yang seringkali merupakan perwira tentara yang baru dibebastugaskan. Pandangan yang selama ini telah melekat, pendidikan hukum dipandang bukan menjadi hal yang penting, dan bisa diganti dengan kualifikasi lain. Bahkan, para hakim dan penuntut umum yang ada disana pun, tidak memiliki gelar Sarjana Hukum.
Di Cina, dengan jumlah penduduk milyaran orang, terdapat kira-kira 12.000 pengacara berizin pada tahun 1983, dan selanjutnya bertambah menjadi 66.700. Jumlah ini dapat dikatakan sedikit, jika dibandingkan dengan populasi penduduk yang ada disana. Para pengacara disana, tidak berada atau bekerja di bawah kantor-kantor milik pribadi, namun mereka menginduk atau bergabung di bawah kantor hukum milik Negara atau koperasi, atau ada juga puluhan ribu biro penasihat hukum yang ada di pedesaan, tempat bagi pengacara kelililing yang berpendidikan hukum formal minimalis dengan pekerjaan membantu masyarakat untuk persoalan-persoalan hukum yang sederhana.

       D.     Persebaran Geografis Hukum Cina
Secara tradisi, peran yang dimiliki Cina bagi timur jauh dapat dikatakan sama seperti peran kekaisaran Roma bagi Eropa, dimana tradisi yang dimiliki oleh Cina, dijadikan sebagai sumber ilham abadi dalam hal kebudayaan. Agama, filsafat dan ilmu pengetahuan. Namun, yang menjadi persoalan, meskipun pengaruh tersebut potensial (tradisi), akan tetapi hukum cina belum bisa disebarluaskan ke luar negeri dalam jumlah besar. Point pertama yang diperbincangkan, ketika memulai pembicaraan tentang pengaruh hukum cina adalah negara-negara lain dalam konteks lebih luas yang dianggap sebagai bangsa cina juga. Sebagai contohnya adalah, Taiwan, Hongkong, dan Singapura. Negara-negara tersebut merujuk kepada Negara yang mayoritas populasi dikuasai oleh etnis cina yang berakar kuat pada kebudayaan cina.
Jika dilihat dari sudut pandang hukum komparatif, yang menarik untuk dipelajari adalah sejauh mana system-sistem hukum di Negara-negara ini, yang bentuk luarnya diambil dari berbagai system hukum eropa, akan tetapi memiliki kesamaan dalam menjalankan aktivitas keseharian dalam menjalani kehidupan hukum. Aturan hukum yang berlaku secara formal, tidak sampai pada tahapan konfusianisme, karena peranan aturan tersebut dalam kehidupan, berada dalam kehidupan rakyat yang lebih rendah. Hal itu dikarenakan, tekanan sosial untuk menyelesaikan sebagian besar sengketa dilakukan dengan cara-cara kekeluargaan dan penuh kompromi. Tekanan sosial yang dimainkan oleh konsep tradisional keluarga besar, karena seluruh keluarga dianggap mempunyai tanggung jawab moral atas perilaku anggota keluarganya.
Terdapat beberapa hal yang memberikan pengaruh terhadap lemahnya pengaruh konfisuanisme, seperti pemaksaan secara tradisi untuk tunduk pada pengaruh ideologi kuat dari Negara-negara barat. Negara-negara timur jauh yang telah disebutkan dalam tulisan ini, dianggap sebagai masyarakat pasar bebas yang telah terindustrialisasi, sehingga muncul paksaan untuk mengikuti tradisi-tradisi yang sebenarnya bukan berasal dari tradisi yang mereka anut. Selain itu, konfisuanisme memiliki batasan pada mereka yang tinggal sedesa atau saling kenal dengan baik, namun proses penyelesaian perkara yang dianut dalam paham tersebut, tidak berlaku di kota-kota besar.
Meningkatnya perdagangan asing yang mengandalkan hukum sebagai landasan utamanya, di beberapa kesempatan, juga tidak mengesampingkan ajaran konfisuanisme. Hal itu dapat dicontohkan, sebelum memulai kerjasama bisnis, terkadang ditandai dengan acara makan malam bersama atau acara-acara informal lainnya. Hal itu bertujuan untuk membangun hubungan emosional dibandingkan saran hukum formal.
Bahwa pengikut konfusianisme terhadap hukum, dalam beberapa hal, masih bertahan di kalangan imigran cina dan anak keturunan mereka di Barat, termasuk perkumpulan litigasi seperti di AS. Dalam hal ini, pengaruh pengadilan nyaris tidak pernah menjadi tempat yang dipilih para pengusaha Cina di Amerika Serikat untuk menyelesaikan sengketa bersama.

Poin-poin yang terkait hukum pidana pada sistem hukum sosialis
1.      Pengadilan hanya sekedar menjalankan kebijakan pemerintah atau kebijakan “partai komunis”. Mereka membangun institusi/ kantor yang sangat hebat, yang dikenal sebagai “procurator” yang memadukan peran jaksa penuntut, penyelidik, agensi banding, pengacara dan petugas kesejahteraan.
2.      Para ilmuan hukum memainkan peranan yang besar dalam menganalisis, mengembangkan dan mendiseminasikan doktrin hukum. Mereka juga memainkan peranan yang signifikan dalam mendidik semua anggota profesi hukum.
3.      Agensi-agensinya tidak diperbolehkan untuk mengkritisi hukum-hukum Soviet; para penulis doctrinal hanya boleh mengkritisi hukum jika itu adalah hukum-hukum yang sudah digunakan dan bahkan kritisisme haruslah bersifat analisis ketimbang politisis dan jelas tidak bersifat polemik. Pengadilan hanya sekedar menjalankan kebijakan pemerintah atau kebijakan “partai komunis”. Mereka membangun institusi/ kantor yang sangat hebat, yang dikenal sebagai “procurator” yang memadukan peran jaksa penuntut, penyelidik, agensi banding, pengacara dan petugas kesejahteraan.
4.      Reformasi hukum di belarusia akan diimplementasikan dalam tiga tahap :
    a.       Perubahan-perubahan akan dilakukan terhadap legislasi yang berhubungan dengan pengadopsian hukum pada pengadilan konstitusional, kantor kejaksaan, pengacara, layanan notaris dan layanan keamanan nasional.
    b.      Langkah-langkah organisasional akan diimplementasikan untuk menciptakan unsur-unsur dasar bagi sistem kelembagaan kehakiman yang bar, seperti juri, komite penyelidikan dan pengadilan banding.
    c.       Tujuan akhir dari reformasi hukum akan diimplementasikan untuk menciptakan unsur-unsur dasar bagi sistem lembaga kehakiman baru yang melakukan tugasnya berdasarkan legislasi yang baru.
5.      Banding masih disebut “Protest”, seperti masa Soviet dahulu, dan peraturan bagi banding tidak pernah berubah. Hanya ada 2 (dua) tempat resmi yang punya hak untuk mengeluarkan “protest” yakni pengadilan Arbitrazh yang lebih tinggi dan para deputinya, serta “Prokurator” umum dan para deputinya. Masing-masing pengadilan memeriksa banding dari wilayah geografis tertentu, yang agak mirip dengan Federal Circuit Court (pengadilan federal yang berpindah-pindah) di Amerika.
6.      Para hakimnya berasal dari para praktisi hukum dan sebagian lagi dari kalangan akademis sehingga tidak diseleksi dari pengadilan arbitrazh. Fungsi dari pengadilan kasasi bukan untuk mempertimbangkan sebuah perkara berdasarkan kepatutannya, melainkan meninjau perkara untuk menemukan legal errornya (kesalahan hukum).
7.      Reformasi Kehakiman, Institusi Juri
8.      Corak pengadilan Arbitrazh yang berbeda dari pengadilan Gosrbitrazh sebelumnya. pengadilan Arbitrazh adalah tribunal yang disponsori oleh negara yang bertanggung jawab untuk menyelesaikan perselisiahan ekonomi.
9.      Inovasi di Rusia misalnya:
     a.       Biaya yang lebih rendah untuk pengarsipan perkara;
     b.      Para pihak sekarang harus menanggung beban untuk mengumpulkan dan menyajikan bukti;
     c.       Pemeriksaan perkara oleh hakim tunggal;
     d.      Mengharuskan agar opini yudisial mengikutsertakan penalaran terhadap keputusan tersebut;
     e.       Mendorong segera terciptanya keputusan;
      f.       Memperbaharui prosedur banding. Salah satu perubahan yang paling signifikan adalh pemohon sekarang punya beban untuk membuktikan perkara mereke kepengadilan. Oleh sebab itu bagi pengadilan yang menangani perselisihan ekonomi, hakimnya harus memutuskan perkara berdasarkan bukti yang disampaikan oleh para pihak. Pengadilan juga punya hak memutuskan jika diingikan pemohon, jika terdakwa gagal manampilkan bukti yang mendukung klaim mereka.
10.  Negara soviet yang baru mengumumkan pemutusan hubungan dengan semua tradisi hukum sebelumnya. Hukum Soviet disajikan sebagai hukum yang benar-benar baru sama sekali berbeda dengan hukum kapitalis borjuis.
11.   Aturan-aturan hukum didefinisikan sebagai pernyataan kehendak kelas penguasa yang didukung Negara. Negara alat milik kelas penguasa, sehingga kelas penguasa  dapat melindungi kepentingannya. Selama masa awal sejarah umat manusia ketika tidak ada pembagian-pembagian kelas, hukum atau Negara tidak mungkin ada, tidak menyangkal saat itu sudah ada peraturan, namun menolak menyebutnya hukum.
12.   Hukum adalah fenomena sementara
13.   Memperhatikan sengketa-sengketa mayoritas Negara sosialis dianggap tidak perlu ditangani dengan tipe jaminan procedural yang sama seperti yang biasa diterapkan pada proses hukum pengadilan. Sebagai gantinya sengketa-sengketa ini ditangani dalam pengadilan administatif khusus dengan prosedur singkat (system arbitrazh).
14.   Karakteristik represif tipikal system hukum sosialis misalnya ditujukan larangan meninggalkan Negara, serta hukuman-hukuman keras (termasuk hukuman mati) untuk kejahatan politik tidak akan diperlukan bila ekspektasi rezim akan keberhasilan ekonomi terealisasi.
15.   Gagasannya bahwa ketika ekonomi sosialis berhasil menyediakan standar hidup yang lebih tinggi maka badan sensor tidak diperlukan lagi. Akibatnya karakter represif system hukum sosialis menemukan dasar berpijak pada system ekonomi terencana, merupakan penegasan hipotesis marxis, hukum dibangun dengan berdasarkan dan mencerminkan fondasi ekonomi masyarakat
16.   Transisi dari ekonomi terencana ke ekonomi pasar merupakan pekerjaan yang amat sangat besar. Pembaruan radikal lewat Undang-Undang dan regulasi akan jauh lebih mudah dan cepat daripada mengandalkan presenden-presenden pengadilan
17.   Aturan hukum tidak penting di bawah sosialisme sebab bagaimanapun pasti segera lenyap dengan tercapainya komunisme
18.   Aturan hukum khusus yang menjadi kendala langsung bagi perkembangan ekonomi pasar harus segera dihapuskan, seperti seluruh sanksi-sanksi hukum terhadap spekulasi yang dalam ekonomi pasar dianggap sebagai kegiatan bisnis yang sah
19.   Hampir semua sistem hukum sosialis dibangun di atas tradisi hukum Eropa Kontinental, sehingga sesudah sosialisme jatuh, maka ada beberapa negara yang mengembalikan sistem hukum yang dianut kepada sistem hukum Eropa Kontinental.

Hukum Cina
1.      Individu yang menolak mendukung penyelesaian damai dianggap bukan orang baik. Khususnya bagi pihak yang memperburuk konflik dengan pergi ke pengadilan.
2.      Konon orang Cina mengasosiasikan hukum dan proses hukum di pengadilan dengan peristiwa aib seperti tuntutan hukum atas kejahatan dan hukuman penjara. Sekitar 250 tahun sesudah Konfusius, sesungguhnya Cina telah dikuasai aliran legalistis. Namun, hanya sesaat saja dan lenyap seiring pergantian dinasti pada 202 SM.
3.      Pemerintah Kuomintang memperkenalkan sejumlah kodifikasi besar yang meniru model Eropa Kontinental, banyak pengacara Cina belajar di Jerman dan Prancis.
4.      Kitab-kitab undang undang Kuomintang dihapuskan dengan berdirinya RRC (1949)
5.      Kekosongan hukum tidak dianggap sebagai masalah besar.
6.      Kementerian Kehakiman dihapuskan pada 1959, banyak siswa hukum bersama gurunya dikirim ke pedalaman untuk menggarap tanah pertanian milik kolektif. Riset dan pekerjaan untuk membuat legislasi dihentikan.
7.      Sangat berbeda dengan perkembangan di Uni Soviet dan Negara-negara sosialis Eropa timur, tempat legislasi baru berjalan lancar.
8.      Revolusi kebudayaan (1966-1976) ketiadaan hukum (lawlessness), aturan hukum diganti dengan suasana politik.
9.      Kepemimpinan sesudah revolusi kebudayaan Cina menjadi Negara industri modern, pembaruan tidak mungkin terjadi tanpa berfungsinya system hukum. Pengikut konfusianisme terhadap hukum, dalam beberapa hal, masih bertahan. Dalam hal ini, pengaruh pengadilan nyaris tidak pernah menjadi tempat yang dipilih para pengusaha Cina di Amerika Serikat untuk menyelesaikan sengketa bersama.